Organisasi Mahasiswa : Mau Dibawa Kemana ?

Membaca tulisan kang Ucup mantan presiden BEM KM ITB 2009 tentang perubahan struktur mahasiswa nampaknya memberikan pencerahan tentang kondisi mahasiswa yang ada dikampus IAIN Surakarta disamping juga keresahan tersendiri tentang perubahan orientasi mahasiswa. Juga eksistensi sebuah Organisasi Mahasiswa baik BEM maupun UKM ke depan yang mau dibawa kemana?.

Meski tulisan tersebut memiliki bias kondisi kampus ITB namun pada beberapa hal ada kesamaan yang bisa memahamkan tentang kondisi mahasiswa kita. Salah satunya adalah perubahan orientasi pada mahasiswa. Mahasiswa saat ini seperti sebuah cash flow di dalam kampus, dimana ia masuk dan keluar tepat waktu dan tidak memikirkan hal lain selain belajar, dan belajar. Orientasi yang dimiliki mahasiswa saat ini kebanyakan hanya seputar bagaimana ia dapat mendapat IP tinggi, lulus cepat dan dapat kerja di perusahaan dengan gaji besar atau menjadi PNS. Hal ini juga sama terjadi pada mahasiswa IAIN banyak yang cenderung Study Oriented Only. Sehingga banyak organisasi mahasiswa yang orangnya itu – itu saja.

Hal Ini didukung pula kebijakan kampus untuk lulus cepat dan biaya kuliah setiap tahun semakin naik. Hampir tidak ada jam khusus yang disediakan bagi mahasiswa untuk mengembangkan diri melalui organisasi. Selama satu minggu full hanya digunakan untuk jam – jam kuliah. Bisa dipastikan semakin lama organisasi Mahasiswa semakin tidak diminati bahkan mati. Mahasiswa lebih memilih study oriented only dan khawatir jika bergabungnya di organisasi mahasiswa menjadikan kuliahnya terganggu dan IPnya njeblog.

Perubahan orientasi tersebut sudah begitu mengakar dan nampaknya dilatarbelakangi pola pikir pragmatis baik mahasiswa maupun orang tua bahwa kuliah hanya untuk mencari kerja bukan mencari ilmu sebagaimana yang Islam ajarkan. akan tetapi disisi lain jika perubahan orientasi terus berjalan maka lama – kelamaan akan banyak lulusan yang hanya memiliki Hard Skill mengingat dalam kurikulum kita pemasukan muatan soft skill sangat sedikit dan lewat organisasi mahasiswa, soft skill semisal jiwa kepemimpinan, bekerjasama dalam sebuah kelompok, kemampuan berkomunikasi bisa didapatkan. Mengutip pendapat Aditia Sudarto (kompas, 19 febuari 2010) menyatakan, “padahal , Skill teknis berdasarkan nilai akademis saja hanya berpengaruh 10 persen saja untuk karir mereka setelah lulus, sebaliknya karir lebih mengutamakan soft skill. Bisa dipastikan akan banyak lulusan yang susah terserap dunia kerja dan menjadi pengangguran “berdasi” jika selama kuliah hanya mencari IP tinggi semata.

Mau di bawa kemana?.

Pemahaman bahwa keaktifan di organisasi yang seolah menjadikan mahasiwa menjadi terganggu kuliahnya perlu dirubah perlahan mengingat masih ada aktivis organisasi yang kemudian menjadi telat lulus. Kampus dan organisasi keduanya bukan bersifat bertentangan namun justru bisa saling mendukung. Dari sinilah kemudian Organisasi Mahasiswa harus mampu membaca pasar mahasiswa saat ini dan menawarkan apa yang mereka butuhkan. Ancaman yang telah nampak ini harus mampu diubah menjadi peluang emas jika memang mau tetap eksis ditengah kondisi kampus yang terus berubah.

Sudah saatnya para aktivis organisasi mahasiswa mencanangkan kepada semua anggotanya untuk juga memiliki IP yang tinggi, jangan sampai begitu semangat berdemo memperbaiki negara namun IPnya malah Njeblog. Kiranya Organisasi mahasiswa perlu memberikan program khusus guna meningkatkan IP anggotanya. sehingga organisasi OK kuliahpun OK. dengan begitu image buruk aktivis organisasi bisa perlahan dihilangkan.

Selanjutnya organisasi mahasiswa harus berusaha meramu program kerja yang mampu mengintegrasikan Soft skill disamping kemampuan dasar yang khas dan harus dimiliki oleh setiap anggotanya. Bukan hanya membuat program kerja yang copy paste dari tahun sebelumnya yang miskin muatan soft skill. Sebab Soft Skill memiliki prosentase besar dalam karir mahasiswa setelah lulus. Harapannya ini bisa menjadi daya tarik bagi mahasiswa lainnya untuk ikut bergabung.

Terakhir Organisasi mahasiswa juga bisa mengaplikasikan ilmu – ilmu yang didapat dalam perkuliahan dalam organisasi mahasiswa. Misalnya ilmu desain grafis bisa digunakan untuk membuat pamflet kegiatan yang menarik. Bagi mahasiswa Ekonomi Islam yang mendapat ilmu entrepreneur bisa digunakan dalam pemberdayaan masyarakat jangka panjang dengan membimbing wirausaha yang berkelanjutan. Bukan hanya bakti sosial yang sekali pakai habis. Bagi yang kuliah di tarbiyah bisa mengaplikasikan ilmu psikologi belajar untuk memajukan TPA/TPQ dengan mengajarkan metode mengajar yang tepat. Dan masih banyak lagi lainnya.

Tulisan ini bukan dimaksudkan untuk menggurui siapapun namun lebih sebagai kumpulan pikiran – pikiran akibat keresahan yang saya alami sebagai aktivis organisasi mahasiswa selama ini. Khususnya juga sebagai tanggungjawab seorang muslim. Ketika melihat “kemungkaran” minimal saya sudah berusaha mengubah dengan tulisan ini. Eksistensi organisasi mahasiswa kedepan mau dibawa kemana ada ditangan para aktivis organisasi mahasiswa untuk segera memperbaiki dan berbenah diri. Terlebih hal ini juga perlu disadari pihak kampus untuk terus mendukung organisasi mahasiswa bukan hanya dalam bentuk pendanaan namun juga hal lain yang bisa mendinamisasi organisasi mahasiswa. Semoga…

OLEH: Budi Santosa (kabid kaderisasi UKM LDK IAIN Surakarta)

tulisan ini juga dimuat di majalah Tekad BEM Jurusan tarbiyah edisi mei 2011

0 komentar: