cerpen

JALAN LAIN

“Terima kasih ya bu yani uangnya, nanti berkas-berkasnya akan saya bantu buatkan sekedar formalitas gitu lho bu. Tapi kalau anaknya sudah datang dan dia mau cari sendiri juga nggak apa-apa, itu juga lebih baik kok.”

“Ya udah pak, lha wong besok anaknya juga pulang. Yang penting anak saya harus jadi PNS entah bagaimana caranya,saya percayakan sama bapak”.

“Ibu gak usah khawatir, saya jamin apa yang ibu harapkan akan terwujud. Saya pulang dulu bu Yani, sekali lagi terima kasih atas semuanya. Nanti kalau ada apa-apa telpon saja!”,

” Wassalamu’alaikum”. Bu Yani menjawab salam sambil berjabat tangan. Ia sepakat menjadikan anaknya PNS dengan bantuan pak Seno meski harus membayar puluhan juta.

Pagi itu rumah keluarga bu Yani sepi saat wanto tiba dari Jakarta. Bu Yani dan suaminya masih di sawah sehingga tidak ada seorangpun di rumah karena kakak-kakak wanto semuanya sudah berkeluarga. Tinggal wanto yang belum menikah dan punya pekerjaan tetap seperti saudara lainya yang mengabdi kepada Negara menjadi PNS.

Wanto langsung masuk menuju kamarnya dan meletakkan tasnya yang hanya berisi beberapa potong pakaian. Ia pulang mendadak karena ibunya menyuruh pulang karena ada pendaftaran CPNS. Sebenarnya ia tidak mau pulang,apalagi mendaftar CPNS. Meski seorang sarjana tetapi tidak begitu suka menjadi PNS terlebih jika dia tahu caranya seperti kakak-kakaknya yang lain. Tapi bu Yani terlanjur melakukan jalan lain menjadi PNS seperti dua anaknya yang lain dan Seno tidak tahu hal itu.

“Lho sudah pulang tho? baru pukul sepuluh sudah sampai rumah, biasanya sore baru sampai”

“Iya Bu, lha ibu nyuruh pulangnya kayak ada yang sangat penting. Mendadak lagi, ya udah aku langsung pulang”

“Gimana gak penting pendaftaran CPNS tinggal beberapa hari lagi, kalau pulangnya telat pasti gak bisa cari berkas-berkasnya. Jadinya gak bisa daftar CPNS. Kamu masih capek nggak?kalau nggak hari ini juga cepetan cari sana! Jangan sampai telat lho!”

“Ah malas bu, masih capek, mau istirahat dulu”. Wanto menolak perintah ibunya karena ia memang masih capek, tapi itu membuat ibunya agak sedikit kesal. Kenapa anaknya yang satu ini sikapnya agak keras tidak seperti bapaknya yang manutan.

Esoknya Wanto berangkat mencari beberapa berkas untuk melengkapi persyaratan mendaftar CPNS. Di kantor DISNAKERTRANS tempat perolehan kartu kuning antrian panjang terjadi. Beratus-ratus orang sedang menunggu bergiliran untuk mendapatkan salah satu syarat mendaftar CPNS

Sehabis zuhur seno pulang dari mencari berkas melamar CPNS karena banyaknya para pencari, ia belum berhasil melengkapi berkas persyaratan itu. Sesampainya di rumah,ibunya langsung menanyainya.”Gimana Sudah beresberkas-berkasnya? soalnya nanti mau di cek pak seno.”

“Kok dicek pak Seno memang dia siapa?tanya wanto yang berdiri didepan ibunya. Ia berharap tidak didaftarkan CPNS lewat jalan lain.

“Itulah saudaranya pamanmu, dia itu juga yang dulu juga membantu kakak-kakakmu jadi PNS,kemarin uangnya sudah tak kasihkan nanti dia juga mau bantu kamu.

“Jadi saya mau di lewatkan jalan belakang?. sergah wanto. Apa yang dipikirkan wanto ternyata benar.

“Bu saya gak mau.” Tolak wanto tegas.

“Lebih baik saya jualan buah di jakarta meskipun gaji saya kecil daripada jadi PNS dengan cara seperti ini. Bagi saya itu tidak halal bu!”

Mendengar ucapan wanto, bu yani mulai marah. “Dasar anak tidak tahu di untung. Apa kamu tidak melihat kakak-kakakmu itu hidup bahagia punya rumah. Punya kendaraan sendiri, lha kamu punya apa?kerja berbulan Cuma dapat satu juta, coba kalau kamu jadi PNS, tiap bulan gajian dan pas kamu tua nanti dapat pensiunan. Ibu dan ayahmu sudah habis banyak uang buat menyekolahkan kamu. Rugi kalau kamu Cuma jadi pedagang dengan gaji kecil seperti itu,apa nanti kata orang-orang sini nanti?”.

“Sudah-sudah kita bicarakan baik-baik, gak enak kalau kedengaran tetangga.” Ayah Wanto mencoba menengahi pertengkaran kecil itu. Ia tidak bisa berbuat banyak hanya menasehati meski dalam hatinya tidak setuju dengan cara yang dilakukan istrinya, tetapi selama ini dia selalu mengalah.

Baiklah kalo ibu masih memaksa izinkan saya besok ke Jakarta dulu untuk memberesi masalah saya disana.setelah itu saya akan pulang. Wanto mengalah, ia menyadari keinginan orang tua

Pak seno mendatangi rumah bu Yani ia mau memastikan berkas-berkas sudah beres.“Gimana bu berkas-berkasnya, oh ya ngomong-ngomong wantonya kemana?

“Ini pak periksa sendiri”.

“Wantonya sudah ke Jakarta lagi mau nyelesaikan urusannya disana paling berapa hari saja”. Ucap bu Yani sambil memberikan sebuah map warna merah .

Pak Seno masih sibuk memeriksa satu persatu berkas lamaran CPNS itu. Sepertinya ada yang belum lengkap. “ Bu Yani ternyata ini ada yang belum lengkap, tapi ibu gak usah kawatir semua bisa diatasi kok!”

“Maksudnya kami nambah berapa lagi?” Sergah pak Yanto yang paham betul akan sikap pak Seno.

“Gimana kalau lima juta? nanti wantonya gak usah ikut tes dan langsung jadi?”

Bu Yani dan suaminya masih terdiam ia tidak segera menjawab.

Ia masih bingung mau dibayar dengan apa?sawahnya sudah habis semua, tinggal satu itu pun sawah milik orang lain selain itu mereka heran kenapa sekarang lebih mahal dan caranya agak aneh tidak seperti dulu.

“Gimana bu ?”. Tanya pak seno lagi. Bu yani dan suaminya terhentak kaget, dari wajah mereka seperti tidak menemukan jalan keluar. “Iya pak Seno tapi besok saja pak seno datang kesini” .

“Baik bu saya pamit dulu dan kesini lagi besok”

Kesepakatan itu tercapai juga. Sampai waktu yang ditentukan pak Seno mengambil uang itu dari bu Yani, pak Seno sempat berjanji jika nanti tidak jadi PNS maka uang akan di kembalikan semuannya. Sekali lagi bu Yani merasa ada yang aneh kenapa pakai janji-janji segala.

Koran-koran terus memberitakan CPNS, ada beratus orang yang berkas lamarannya di tolak lantaran tidak lengkap,ada juga yang ijasahnya tidak sesuai dengan formasi yang ada. Melihat berita-berita seperti itu bu Yani tetap tenang-tenang, ia Yakin anaknya pasti jadi PNS.

Pak Seno mengabari bu Yani agar Wanto pulang untuk mengikuti ujuan itu. Lagi-lagi katanya buat formalitas. Setelah itu Bu Yani menelepon wanto dan menyuruhnya agar mau pulang.

Dalam perjalanan pulang wanto iseng-iseng membeli koran, ia ingin melihat berita tentang CPNS didaerahnya. Di halaman 8 tampak jelas dia melihat pelamar membludak, tempat tes di tambah jadi 34 lokasi,ia mencoba membuka halaman selanjutnya. Ia terkejut melihat foto ibunya yang sedang menangis-nangis dikantor polisi seperti sedang kehilangan sesuatu. Matanya masih menjelajah kata-demi kata dengan penuh penasaran ada apa dengan ibunya?. Rasa penasaran masih menuntun mata wanto hingga ia menjadi tak percaya bahwa ibunya kena tipu oleh pak seno puluhan juta rupiah .

Bus masih melaju kencang menembus angin sepoi pagi itu,para penumpang masih terlelap dalam lelah masing-masing Roda masih terus berputar menuju jalan lainnya, jalan yang harus ditempuh agar bisa sampai tujuan.

0 komentar: