PENDIDIKAN YANG MEMBUDAYAKAN

PENDIDIKAN YANG MEMBUDAYAKAN

Beberapa hari terakhir ini di berbagai daerah di Indonesia sekolah – sekolah melaksanakan UAN tingkat SMA. Nampaknya bukan hal aneh jika tiba – tiba didapati banyak kasus kecurangan yang memang masalah klasik pendidikan kita yang tak kunjung selesai. Lalu muncul pertanyaan dalam hati saya: “ sudah separah itukah budaya pendidikan kita?, bagaimana nasib kebudayaan nasional kita jika pendidikan sebagai bagian dari kebudayaan yang berfungsi sebagai motor ternyata bermasalah sendiri?.
H. A. R. Tilaar, salah satu orang yang peduli terhadap pendidikan dan kebudayaan telah menulis dalam bukunya bahwa sejak orde baru pendidikan kita telah memisahkan antara kebudayaan dan pendidikan yang terbukti adanya pemisahan antara departemen kebudayaan dan pariwisata dengan departemen pendidikan nasional. Dalam materi pembelajaran nilai – nilai budaya sering dibatasi pada nilai intelektual semata. Selain itu demi kepentingan pertumbuhan nasional dan ekonomi yang menguntungkan pengusaha. Budaya kekuasaan dan budaya egoisme sekelompok kecil masyarakat telah menggantikan nilai – nilai universal dari budaya yang hidup dalam masyarakat dan bangsa indonesia. Kebebasan individu di pasung dan tujuan pendidikan cenderung intelektualistis dan di atur oleh UAN. Aspek pembentuk kepribadian yang lengkap meliputi konatif, afektif dan motorik telah diabaikan. Sayangnya berbagai hal tersebut terus berlanjut sampai sekarang.
Kata “kebudayaan” sampai sekarang lebih dibatasi pada hal – hal yang berkenaan dengan kesenian, tarian tradisonal, bangunan kuno, candi, dan sastra tradisional. Sebagaimana telah disebutkan bahwa dalam pendidikan kita nilai – nilai kebudayaan dibatasi pada nilai intelektual semata.
Kebudayaan menurut koentjaraningrat mengandung unsur sebagai berikut : sistem religi dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian, sistem teknologi dan peralatan. Dengan memisahkan pendidikan dari kebudayaan merupakan suatu kebijakan yang merusak perkembangan kebudayaan sendiri.
Pendidikan adalah pembudayaan. Demikian Fuad Hassan, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Menjelaskan tentang hubungan antara pendidikan dan kebudayaan. Dengan kata lain, pendidikan merupakan proses transformasi budaya. Pendidikan merupakan proses pewarisan budaya, dan sekaligus pengembangan budaya. Jika kebudayaan diartikan sebagai produk masyarakat, maka pendidikan adalah prosesnya. Jika kebudayaan sebagai“that complex whole which includes knowledge, belief, art, morals, law, custom, and any other capabilities and habits acquired by man as a member of society” atau kebudayaan merupakan satu keseluruhan yang kompleks, termasuk di dalamnya pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, kebiasaan, seni, teknologi, dan banyak kemampuan lain dan kebiasaan yang dimiliki manusia sebagai warga masyarakat, maka pendidikan adalah keseluruhan proses yang kompleks untuk menghasilkan semua itu. Proses apa yang membentuk pengetahuan dalam masyarakat? Proses itu adalah pendidikan. Proses apa yang membentuk kepercayaan dalam masyarakat? Sudah tentu masyarakat pula yang membangunnya. Demikian seni, moral, hukum, kebiasaan, dan kemampuan lain dalam masyarakat. Semuanya merupakan produk dari satu proses yang dinamakan pendidikan. Singkat kata, “education enables people and societies to be what they can be” Pendidikan menjadikan manusia dan masyarakat mampu menghasilkan apa yang dapat mereka inginkan. Demikian Bill Richardson menjelaskan peran pendidikan dalam melahirkan kemampuan tertentu dalam masyarakat.
Untuk mewariskan budaya tersebut, proses pendidikan dilakukan melalui tiga proses yang saling kait mengait yang tidak terpisahkan, yaitu: (1) pembiasaan (habit formation), (2) pengajaran dan pembelajaran (teaching and learning process), dan (3) peneladanan (role model). Dengan demikian pendidikan adalah pembudayaan. Dengan kata lain, pendidikan adalah proses pembentukan, pelestarian, dan pengembangan budaya dalam masyarakat. Pendidikan adalah proses yang dirancang dan dilaksanakan agar masyarakat dapat menghasilkan produk berupa budaya.
Manusia adalah pengemban budaya (culture bearer), dan manusia yang hidup dalam tatanan masyarakatnya akan mewariskan kebudayaannya tersebut kepada keturunannya. Proses pendidikan tidak lain merupakan proses transformasi budaya, yakni proses untuk mewariskan kebudayaan kepada generasi muda. Kebudayaan bukanlah suatu yang statis namun kebudayaan selalu berada dalam proses transformasi. Budaya yang tidak mengalami transformasi melalui proses pendidikan adalah budaya yang mati yang berarti pula suatu masyarakat yang mati.
Demikianlah interdepensi antara kebudayaan dan pendidikan. Kekeliruan yang telah terjadi sampai sekarang dengan memisahkan proses pendidikan dari proses kebudayaan perlu diperbaiki. Disamping memberikan pendidikan kebudayaan dalam arti terbatas seperti pendidikam seni, pendidkan bahasa dan sastra, pendidikan budi pekerti, juga yang lebih mendasar adalah kembali pada paradigma mengenai pendidikan nasional kita yaitu mendasarkan pendidikan nasional kepada kebudayaan nasional kita.
Nampaknya pendidikan di negeri ini masih dianggap sebagai barang mahal bagi sebagaian masyarakat meski isu tentang pendidikan gratis mulai merebak. Semoga saja itu bisa menjadi angin segar membangun strategi mengembangkan kebudayaan dalam masyarakat melalui pendidikan. Tentu, jika kita memang masih berharap menjadi orang indonesia yang berkepribadian indonesia dan berbudaya indonesia atau kita lebih suka menjadi orang lain yang tersilaukan oleh kebudayaan orang lain dan menjadi orang lain dinegeri sendiri. Semoga...

0 komentar: